Polisi dan pengunjuk rasa bentrok di Georgia akibat penundaan pembicaraan Uni Eropa

Pada akhir November 2024, ibu kota Georgia, Tbilisi, menjadi pusat ketegangan politik yang signifikan. Ribuan warga slot gacor hari ini turun ke jalan untuk memprotes keputusan pemerintah menunda negosiasi keanggotaan Uni Eropa (UE). Keputusan ini memicu bentrokan antara pengunjuk rasa dan aparat kepolisian, menandai periode ketidakstabilan politik yang mendalam bagi negara Kaukasus Selatan ini.

Latar Belakang Konflik

Partai Georgian Dream yang berkuasa mengklaim kemenangan dalam pemilihan parlemen 26 Oktober 2024. Namun, oposisi dan sebagian besar masyarakat internasional menilai pemilu tersebut tidak bebas dan adil. Parlemen Eropa bahkan mengadopsi resolusi yang mengecam hasil pemilu tersebut. Dalam konteks ketidakpuasan terhadap hasil pemilu, pemerintah Georgia mengumumkan penundaan negosiasi keanggotaan UE hingga tahun 2028. Keputusan ini bertentangan dengan aspirasi mayoritas rakyat Georgia yang ingin bergabung dengan UE secepatnya.

Aksi Protes dan Tindak Kekerasan

Sebagai respons terhadap keputusan pemerintah, protes besar-besaran meletus di Tbilisi. Demonstran berkumpul di depan gedung parlemen, memblokir jalan utama, dan menyuarakan ketidakpuasan mereka terhadap pemerintah. Aksi protes ini berlangsung selama beberapa malam berturut-turut. Polisi dikerahkan untuk membubarkan massa, menggunakan meriam air, gas air mata, dan granat kejut. Bentrokan antara pengunjuk rasa dan aparat keamanan tidak dapat dihindari.

Kementerian Dalam Negeri Georgia melaporkan bahwa selama periode protes, 298 orang ditahan dan 143 petugas polisi terluka. Para demonstran dituduh melakukan tindakan kekerasan terhadap polisi, termasuk melempar batu, kembang api, botol kaca, dan barang-barang logam

Respon Pemerintah dan Internasional

Perdana Menteri Irakli Kobakhidze menanggapi protes dengan tegas, memperingatkan bahwa setiap pelanggaran hukum akan dikenakan hukuman yang berat. Dia menuduh oposisi dan pendukung mereka berusaha menimbulkan ketidakstabilan di negara tersebut.

Sementara itu, komunitas internasional menunjukkan keprihatinan mendalam terhadap situasi di Georgia. Presiden Dewan Eropa, Antonio Costa, dan Kepala Kebijakan Luar Negeri UE, Kaja Kallas, menghubungi Presiden Georgia, Salome Zourabichvili, untuk mengutuk kekerasan terhadap demonstran dan menekankan bahwa tindakan pemerintah bertentangan dengan kehendak rakyat. Mereka mendesak otoritas Georgia untuk menghormati hak atas kebebasan berkumpul dan berekspresi, serta menghindari penggunaan kekerasan terhadap pengunjuk rasa damai.

Dinamika Politik Internal

Presiden Salome Zourabichvili, yang memiliki peran seremonial, menolak mengakui hasil pemilu dan menyatakan bahwa dia akan tetap menjabat meskipun masa jabatannya berakhir. Dia berkomitmen untuk mendorong diadakannya pemilu baru guna memastikan kehendak rakyat dihormati.

Kesimpulan

Bentrokan antara polisi dan pengunjuk rasa di Georgia mencerminkan ketegangan politik yang mendalam terkait dengan proses demokrasi dan aspirasi integrasi Eropa. Keputusan pemerintah untuk menunda negosiasi keanggotaan UE hingga 2028, ditambah dengan kontroversi hasil pemilu, telah memicu ketidakpuasan yang meluas di kalangan rakyat. Sementara pemerintah berusaha mempertahankan stabilitas, tuntutan untuk perubahan dan transparansi terus bergema di seluruh negeri.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *